“Ada
seorang anak berusia 7 tahun bersekolah di salah satu sekolah ternama
di kotanya, satu saat anak itu ditanya orang tuanya “nak kenapa hari ini
ga mau sekolah?” “Bosan,, belajar terus menulis terus,,,!!” jawab si
anak dengan entengnya.”
Kondisi
di atas mungkin juga pernah terjadi kepada anak Anda yang sekarang
sedang duduk di bangku sekolah. Tentu jawaban si anak bukan jawaban
mengada-ada dan biasanya jawaban tersebut adalah respon paling menancap
pada pikirannya sehingga keluarlah jawaban itu.
Tentu
kondisi seperti ini tidak boleh serta merta memaksa anak untuk sekolah,
sehingga anak menjadi terpaksa berangkat belajar, sehingga timbul
masalah lainnya. Namun alangkah bijaknya telusuri terlebih dahulu
penyebabnya, lalu ambil tindakan solusinya;
Penyebab
hal tersebut terjadi bisa dilihat dan dicermati dari riwayat belajar
yang bersangkutan, apakah memang si anak belajar terus menerus dari usia
dini hingga sekarang, karena bisa jadi ketika anak dari usia dini
dikondisikan dengan kata-kata “belajar” terus menerus, maka bisa jadi
kesan yang ada bukan enjoy belajar, belajar yang menyenangkan, melainkan
kebosanan. Jika ini penyebabnya, maka selayaknya usia dini anak Anda
diisi dengan kondisi bermain yang diselipkan belajar di dalamnya;
Kondisi
seperti ini tentu harus menjadi perhatian lembaga penyelenggara
pendidikan anak usia dini, karena seiring perkembangan jaman, banyak
orang tua yang memasukkan anaknya di lembaga PAUD berharap anaknya bisa
pandai membaca, pandai berhitung, pintar ini, pintar itu, namun di sisi
lain tidak melihat kondisi kemampuan anak dan usia anak yang belum bisa
dijejali dengan seribu harapannya;
Usia
dini adalah usia dimana si anak punya satu dunia, yakni bermain. Oleh
karenanya alangkah bijaknya orang tua mengarahkan anak untuk “belajar”
dengan memakai metode bermain, bahkan jika mungkin kata belajar akan
membebani si anak, maka hilangkanlah, dan munculkan kata “Bermain”
dengan orang tua harus pandai mamasukan “pembelajaran-pembelajaran” yang
bermanfaat untuk si anak, semisal ajaklah si anak bermain bola warna
warni yang menyenangkan dan sesekali tanya satu persatu warna-warna
tersebut, dan tanya ada berapa jumlahnya. Dengan demikian, diharapkan si
anak tidak akan merasakan secara langsung pembebanan kata belajar
kepada si anak, melainkan yang terasa olehnya adalah bermain namun yang
sebenarnya si anak telah belajar.
Demikian
juga lembaga PAUD tidak membebani dengan target-target “belajar” untuk
si anak didik, melainkan terapkan target belajar tersebut dalam
“Rangkaian bermain yang asyik dan menyenangkan”. Dengan demikian tidak
menimbulkan ekses negatif berupa munculnya kata-kata “bosan belajar” di
kemudian hari.
Semoga kita mampu menjadi orang tua yang membimbing putra-putri tercinta dengan penuh kasih sayang dalam dunia bermain mereka;
Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar