Di sebuah Taman
Pendidikan Al-Qur’an sekelompok anak sedang berkumpul menunggu waktu
shalat Ashar tiba. Mereka mengobrol saling menimpali perkataan
kawannya, seru! Salah seorang anak bercerita tentang seberapa besar
ikan yang ditangkapnya dari danau di samping TPA. Sambil berseru-seru
anak yang lain berebutan mengomentari kawannya. Seorang anak yang lain
dengan berapi-api ikut mengomentari. “Eh, eh, eh! Tahu enggak? Kata Kak
Bobi, di danau itu ada ikan hiu-nya, lho!”
Kita
sebagai orang dewasa dengan segera dapat menyadari bahwa kata-kata
anak itu adalah suatu kebohongan. Sejak kapan ada ikan hiu yang hijrah
dari laut kemudian hidup di danau tawar?
Anak-anak
biasa berbohong, terkadang kebohongan mereka terasa begitu lucu. Namun
ada juga kebohongan yang secara moral dapat dikategorikan sebagai
suatu perilaku negatif. Mereka bebohong untuk berbagai macam alasan:
Berbohong untuk menarik simpati dan perhatian
Anak
TPA tadi berbohong agar mendapat perhatian kawan-kawannya yang
berebutan menceritakan betapa besarnya ikan tangkapan mereka. Ia sadar
bahwa dirinya tidak pernah menangkap ikan seekor pun, tapi ia tahu
cerita keganasan ikan hiu. Maka ia mengarang cerita dan mencatut nama
Kak Bobi sebagai salah seorang guru TPA agar kawan-kawannya percaya.
Seringkali anak tidak seratus persen berbohong, ia hanya mengarang
cerita yang dilebih-lebihkan. Misalnya ketika dua orang anak saling
membanggakan ayahnya.
“Ayahku
sangat kuat, ia bisa menggendong aku dan kakak-kakakku sekaligus di
pundaknya,” ujar Rudi. Toni tidak mau kalah dan berkata, “Ayahku lebih
kuat, dia bisa mengangkat dua buah mobil!”
Berbohong untuk melindungi teman
Anto
mengatakan pada ibunya bahwa ia telah menghabiskan semua kue di dalam
kotak kue. Padahal ia membaginya bersama beberapa orang kawannya. Ia
khawatir jika mereka tidak dibagi, ia tidak akan dipinjami play
station.
Berbohong karena meniru orangtua
Anak
akan melihat orang tua berbohong, misalnya jika ada seorag pengemis
meminta sedekah. “Bilangin aja, lagi nggak ada uang!” Padahal ia tahu
ayah dan ibunya masih menyimpan sejumlah uang. Dua hal yang perlu
diperhatikan dalam contoh ini adalah, pertama anak mengetahui bahwa
orangtuanya berbohong. Kedua, orangtua menyuruh anak berbohong kepada
orang lain. Sudah memberikan contoh yang tidak baik, kemudian menyuruh
anak melakukannya. Sungguh suatu sikap yang buruk. Sikap ini
mengajarkan anak agar tidak menghargai suatu kejujuran.
Berbohong untuk menghindari sesuatu
Anak
jelas-jelas membantah tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya ia
lakukan. Mungkin ia sengaja berbohong dan mengarang cerita agar
terhindar dari hukuman akibat kesalahan yang dilakukannya. Sebaiknya
orangtua mencoba mengevaluasi diri karena anak mungkin berusaha
menghindari hukuman fisik yang mungkin sering diterapkan orang tua.
Atau mungkin juga karena anak menghinari kritik atau cemoohan yang
mungkin diterimanya jika ia melakukan kesalahan.
Berbohong untuk mengkhayal pada usia tertentu
Anak
mengembangkan kemampuan berpikir secara abstrak, biasanya sekitar usia
4 tahun. Tiba-tiba anak mulai bercerita kalau ia melihat seekor
monster, seorang peri, atau hal-hal lain yang tidak masuk akal. Hal ini
berarti anak mengembangkan kemampuannya berimajinasi. Kemampuan ini
penting karena anak perlu memiliki kemampuan berpikir abstrak.
Contohnya tentang konsep Allah dan Malaikat.
Jurus menghadapi anak yang berbohong:
- Sebagai orang tua kita dituntut untuk bijaksana. Bila kita mendapati anak berbohong kita tidak boleh langsung marah-marah, mengadili anak dengan berbagai macam konsep dosa dan neraka. Atau menceritakan kisah Gembala Kambing dan Serigala. Suatu cerita dengan pesan moral kejujuran agar anak tidak berbohong. Sebaiknya lakukan pendekatan kepada anak dengan hati-hati dan bersahabat.
- Cari tahu benarkah anak berbohong dan untuk apa ia berbohong. Tidak perlu marah, bersikap menyelidik, menghakimi atau dengan mengancam. Jika anak merasa terancam, lain waktu ia tidak akan mengaku, bahkan akan berusaha mengarang kebohongan lain.
- Jika anak berbohong, beri pengertian kepada anak bahwa perilaku berbohongnya tidak disukai dan dapat berakibat buruk bagi dirinya dan orang lain.
- Kebohongan yang tidak bertujuan negatif tidak perlu diberi hukuman. Misalnya karena anak sedang berfantasi. Pada usia tertentu anak sangat asyik dengan dunianya yang penuh imajinasi, terkadang ia tidak dapat membedakan mana yang nyata mana yang tidak nyata. Misalnya jika ia bercerita tentang Malaikat yang mengajaknya terbang ke langit.
- Hukuman baru diberikan jika kadar dan akibat kebohongannya benar-benar parah. Namun jangan menghukum dengan hukuman fisik. Berikan hukuman yang mendidik misalnya berupa hukuman sosial, atau dengan memutus beberapa fasilitas anak. Misalnya dengan memberlakukan larangan menonton acara televisi kesukaannya atau memberikan tugas membersihkan kamar tidur.
- Kebiasaan berbohong pada anak dapat dikurangi dengan mempererat hubungan antar orang tua dan anak. Jika anak dekat dengan orang tua, ia akan lebih terbuka sehingga ada rasa saling mempercayai dan menghargai. Jadi, luangkan waktu kita untuk bersama anak-anak.
- Salurkan kreatifitas dan kemampuan imajinasi anak untuk kegiatan-kegiatan positif. Misalnya bermain sandiwara, menulis cerita, menggambar bebas dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar